............................................"SELAMAT DATANG DI BPK KEDUNGWUNI JL.RAYA TOSARAN NO.03 KEDUNGWUNI - PEKALONGAN 51173"............................................

Kamis, 03 November 2011

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN PANGAN


DENDENG DAGING KELINCI
Daging kelinci mirip dengan daging ayam yakni berserat halus, lunak, dan berwarna putih. Kandungan proteinnya relatif sama dengan hewan lainnya. Kelebihan daging kelinci adalah memiliki kandungan lemak yang tidak begitu tinggi dan tulangnya relatif sedikit. Rendemen (berat bersih dibandingkan dengan berat kotor) daging kelinci lebih besar daripada daging ayam, yakni sekitar 75,5% karena tulang kelinci mempunyai struktur yang sangat tipis dan ringan.Sampai saat ini variasi makanan daging kelinci masih sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha diversifikasi pengolahannya untuk meningkatkan selera konsumen daging kelinci. Salah satu bentuk pengolahan diversifikasi tersebut adalah membuat dendeng daging kelinci. Dendeng daging kelinci memiliki rasa yang lezat dan gizi yang cukup tinggi.
Bahan Baku
Bahan: Daging kelinci
Bumbu tambahan(% dari berat daging kelinci):
a. gula merah 30%
b. bawang merah 5%
c. bawang putih 2%
d. ketumbar 5%
e. lengkuas 1%
f. Lada 0,05%
g. garam dapur 2%
h. natrium nitrat 0,02%
Peralatan
- Pisau- Alat penggiling daging
- Alat penhalus bumbu
- Alat pengering
Cara Pembuatan
Cara 1- Bersihkan daging kelinci, setelah itu iris tipis-tipis (± 3mm - 5mm) melebar.
- Haluskan semua bumbu, lalu daging dilumuri bumbu tersebut hingga merata.
- Selanjutnya daging dijemur sampai kering.
Cara 2
- Daging kelinci dicuci hingga bersih dan digiling sampai halus.
- Haluskan juga bumbu, lalu dicampur dengan daging hingga merata.
- Daging giling dicetak tipis setebal 2 - 4 mm.
- Selanjutnya, daging dijemur hingga kering (± 6 hari).
sumber : www.iptek.net.id

Kamis, 29 September 2011

MERACIK PAKAN KELINCI BERNUTRISI



Sukarto Nio berjibaku menghasilkan pakan sendiri untuk ternak kelincinya yang mencapai 800 ekor. Tak ada pilihan bagi lelaki berwajah oriental ini untuk menyiasati biaya pakan yang mencapai 80 % dalam produksi kelinci. “Kalau terus menerus mengandalkanpembelian pakan bisa bikin kantong cekak,” katanya.
Karto demikian sapaannya mengaku, awalnya dia hanya pelihara kelinci 1–2 ekor sehingga tak ada masalah jika harus membeli pakan. Tapikarena populasi kelincinya kian banyak maka otomatis kebutuhan pakan juga meningkat.Kondisi ini lah yang memaksa pria yang hobi pelihara kelinci karena menyukai bentuk atau penampilan fisik binatang berkuping panjang itu akhirnya membuat pakan  sendiri demi memenuhi kebutuhan konsumsi kelinci peliharaannya.
Di lain pihak, pemilik pabrik pakan Indofeed, Ir. Idris P. Siregar menyebutkan,  kelinci yang diberikan hijauan seperti rumput saja kurang mendapatkan nutrisi yang sesuai. Ia pun menyayangkan kebiasaan masyarakat pada umumnya yang memberikan pakan hanya sebatas hijauan seperti wortel sehingga kebutuhan nutrisi binatang berkuping panjang ini tak terpenuhi.
Nutrisi yang Sesuai
Idris menekankan komposisi bahan baku bernutrisi yang diperlukan oleh kelinci jangan sampai dikurangi meskiharga bahan baku pakan semakin tinggi. Karena menurutnya pakan komplituntuk kelinciitu harus mengandung zat-zat makanan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral,dan vitamin. Senadadengan pendapat itu, Nofri Sahmedi Marketing ProdukPT Citra Ina  Feedmill mengimbuhi, kandungan nutrisi tersebut  harus disesuaikan dengan kebutuhan hidupnya, apakah untuk kelinci pedaging, kelinci hias atau untuk kelinci penelitian.
Sementara Karto yang sejakawal memelihara kelinci hias selalu memerhatikan kebutuhan unsur Serat Kasar (SK) untuk kelincinya.  Karena itu Kartopun memasukkan kandungan SK dalam pakan buatannya sebesar 15 –16%. Sedangkan, kebutuhan protein yang sesuai sebesar 18–20%.  “Kelinci hias tidak perlu badan yang besar, yang terpenting proposional, ” jelasnya. Diungkapkan Nio, kebutuhan serat kasar dalam pakan buatannya diperoleh dari daun tebu. Menurutnya daun tebu masih terbilang mudah diperoleh.
Disisi lainIdris menjelaskan soal kebutuhan nutrisi untuk kelinci pedaging. Dalam hal ini kandungan nutrisi penghasil kalori seperti hijauannya harus lebih tinggi, yaitu berkisar 16 % dengan TDN (Total Digestible Nutrient)  diatas 70 %.  Selain itu Nofri menambahkan ,didalam pakan komplit dengan kualitas tinggi juga harus ditambah imbuhan lainnya seperti vitamin A, D, E, K.
Bukan Pemilih Pakan
Dan yang tak kalah penting dalam budidaya kelinci, lanjut Idris, adalah pemberian pakan. Menurutnya  tingkat konsumsi pakani deal yang dibutuhkan kelinci adalah 100 – 200 gram per ekor perhari. Bentuk fisik pakan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan kelinci.
(Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=8&aid=2961)

PENGOLAHAN BAHAN PAKAN TERNAK



Keterbatasan pakan dan ketidak pastian tatalaksana pakan merupakan salah satu faktor kelemahan sistem produksi peternakan, hal ini dapat diatasi bila potensi pertanian maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Asalkan kita tahu secara tepat nilai guna, daya guna, teknologi pengolahan dan sistem pengolahan yang tepat agar lebih bermanfaat.

Secara garis besar bahan pakan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pakan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pakan asal hewan (hewani). Bahan pakan nabati adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman. Bahan pakan hewani adalah bahan pakan yang berasal dari hewan atau ikutannya. Kedua bahan pakan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan yang berbeda pula.

Bahan pakan nabati seperti kedelai, jagung, dedak, gandum, hijauan (rumput gajah, rumput raja dll), leguminosa (daun lamtoro, daun turi dll), bungkil kelapa, bungkil kedelai, kacang-kacangan, singkong/ketela pohon dan lain-lain. Bahan pakan hewani meliputi seperti ikan runcah, tepung ikan, tepung tulang, tepung kerang, meat bone meal, tepung darah, tepung bekicot, tepung udang dan lain-lain.

Bahan pakan hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pakan nabati, yaitu:
1. Daya simpan rendah
2. Bersifat lunak dan lembek
3. Karakteristik dari masing-masing bahan pakan hewani tidak bisa digeneralisasi (disamaratakan)
4. Bahan pakan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak, sedangkan bahan pakan sumber nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein.


Berdasarkan hal diatas maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting karena dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan, meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi (penganekaragaman) prodak. Sehingga prodak menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapatkan sentuhan teknologi pengolahan pakan. Dibawah ini adalah beberapa contoh jenis pengolahan pakan:
1. Amoniasi
  Pengertian amoniasi itu sendiri adalah cara pengolahan pakan secara kimia menggunakan amoniak (NH3), yang mana dosis amoniak yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 – 6 % NH3 dari berat kering jerami. Tujuan pembuatan amoniasi adalah untuk meningkatkan daya cerna dari bahan pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar N (proteinnya).

Jerami merupakan salah satu limbah atau bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan amoniasi, yang mana pengertian jerami itu sendiri adalah bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Namun sebagian besar para peternak jarang memanfaatkan jerami padi, kebanyakan dari para peternak biasanya langsung membakar jerami padi setelah pemanenan berlangsung. Selain alasan tersebut para peternak jarang menggunakan jerami dikarenakan jerami memiliki kandungan nutrisi yang rendah dan sulit dicerna oleh ternak. Jika jerami langsung diberikan kepada ternak tanpa melalui proses pengolahan, maka jerami ini akan tergolong sebagai makanan ternak yang berkualitas rendah.

Kandungan gizi jerami padi adalah protein kasar 4,5 %, serat kasar 35 %, lemak kasar 1,55 %, abu 16,5 %, kalsium 0,19 %, fosfor 0,1 %, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43 %, energi DE (Digestible Energ y) 1,9 kkal/kg, dan lignin yang sangat tinggi 7%. Agar meningkatkan kadar nutrisi dan meningkatkan kecernaan nya sehingga bisa lebih berdaya guna sebagai pakan ternak, jerami padi dapat diolah dengan cara amoniasi.

Metode dalam pembuatan amoniasi ada dua cara yaitu: Urea yang dilarutkan ke dalam air terlebih dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan jerami yang akan diamoniasi (cara kering).

Metode atau tahapan pembuatan amoniasi secara praktis adalah sebagai berikut:
Bahan yang digunakan:
Jerami padi sebanyak 15 kg, urea 870 gram dan air 5 liter (cara basah)

Langkah pembuatan:
Sebelum membuat amoniasi, sediakan plastik dengan ketebalan 0,4 cm, sediakan timbangan, sediakan ember, alat pengaduk, dan sediakan tali untuk pengikat. Setelah peralatan disediakan kemudian siapkan jerami padi yang memiliki batang yang sangat keras, ikat dan masukkan kedalam plastik. Masukkan urea 870 gram kedalam ember dan tuangkan air sebanyak 5 liter, kemudian aduk hingga rata. Siram larutan urea tersebut kedalam kantong plastik yang telah berisi jerami sebanyak 15 kg, kemudian siram secara bertahap, merata dan bolak-balikkan jerami tersebut kemudian padatkan. Ikat kencang plastik yang pertama, hingga tak ada udara masuk dan masukkan kantong plastik yang pertama ke dalam plastik yang yang kedua. Simpan kantong plastik amoniasi tersebut di tempat yang aman. Diamkan selama 4 minggu.

Pembuatan amoniasi diatas adalah menggunakan cara basah, jika akan melakukan pembuatan amoniasi menggunakan cara kering tidak perlu penambahan air. Pemanenan amoniasi dapat dilakukan setelah kurun waktu 4 minggu berlangsung. Sebelum jerami di berikan pada ternak, jerami sebaiknya diangin-anginkan terlebih dahulu hingga bau amoniaknya hilang.

Amoniasi yang akan disimpan dalam jangka yang lama, maka jerami amoniasi tersebut harus dijemur dan dikeringkan di panas matahari selama kurang lebih satu minggu hingga kadar air mencapai 20 %. Penjemuran dilakukan dengan cara sederhana yaitu dijemur di atas pelataran semen atau tanah dengan ketebalan 10 cm. Bila jerami tersebut sudah dijemur dan kering maka dapat disimpan di bawah atap dan tahan 6 bulan sampai satu tahun tanpa adanya penurunan kualitas.
2. Hay
 
- dibuat karena hijauan sedang surplus
- dibuat untuk dimanfaat di musim kemarau (atau dingin)
- tanaman dipotong sebelum masa berbunga, untuk kemudian dikeringkan
- dilakukan dengan cara pengiringan yang cepat
- menggunakan cahaya matahari yang minimal
- dikeringkan diatas para – para yg diberi atap.
- hijauan yg dikeringkan harus sering dibolak balik
- dalam proses pemubuatan hay, hijauan harus dihindari dari terkena air hujan.

3. Fermentasi
  Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik.


Selain amoniasi, hay dan fermentasi sebagai jenis pengolahan pakan, masih banyak jenis pengolahan pakan lainnya seperti silase, urea molases multinutrient blok (UMMB) dan lainnya.

Pengolahan limbah pertanian berupa jerami yang menjadi makanan ternak, harus disosialisasikan agar penggunaannya dapat dilakukan oleh masyarakat secara luas. Penggunaan teknologi amoniasi dapat memberdayakan sumber daya lokal dan menghindari ketergantungan impor pakan ternak. Pakanan ternak yang selalu tersedia sepanjang waktu dengan diiringi sistem pemeliharaan terpadu akan menciptakan sektor peternakan yang tangguh dan berkelanjutan.


Sumber : http://ditjennak.deptan.go.id/

Sabtu, 03 September 2011


VIMA-1, varietas unggul kacang hijau genjah hasil pemulia Balitkabi

 VIMA-1, Varietas Unggul Kacang Hijau Genjah


Setelah empat tahun, Departemen Pertanian kembali merilis varietas unggul kacang hijau. Varietas yang diberi nama Vima-1 melalui SK Nomor 833/Kpts/SR.120/6/2008 tanggal 24-6-2008. Varietas kacang hijau hasil rakitan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang ini diperoleh melalui persilangan buatan dari tetua jantan VC 1973A dan tetua betina 2750A dan seleksi sistematis hingga diperoleh galur MMC 157d Kp-1 yang mempuyai sifat umur genjah dan tahan penyakit embun tepung.
Berbeda dengan varietas kutilang –varietas terakhir yang dilepas pada tahun 2004– yang berbiji hijau mengkilat, maka galur MMC 157d Kp-1 yang kemudian diberi nama Vima-1 (akronim dari Vigna sinensis – Malang) ini berkulit biji kusam. Sejumlah kelebihan dimiliki oleh Vima -1 ini.Dari sisi budi daya, varietas ini memiliki keunggulan, yakni hasil cukup tinggi, umur yang genjah, dan tahan penyakit embun tepung. Tandan polong Vima-1 yang seluruhnya berada di atas kanopi merupakan daya tarik tersendiri bagi petani, karena relatif mudah dipelihara dan dipanen.
Kualitas biji Vima-1 memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, lemak rendah, dan pati tinggi. Kulit biji yang lunak, daging biji yang cepat empuk ketika direbus, dan tekstur bubur kacang hijau yang baik sesuai dengan preferensi pengusaha makanan, khususnya bubur kacang hijau, bakpia, dan onde-onde. Sejak semula Ir. M. Anwari, MS, pemulia yang merakit varietas ini, memang berupaya memperoleh varietas unggul kacang hijau yang disukai produsen maupun konsumen.

Sumber : situs web Balitkabi  

Kamis, 01 September 2011

Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)

Ordo : Hemiptera; Famili : Aleyrodidae; Genus : Bemisia; Species : tabaci. Mound dan Halsey (1978) melaporkan, bahwa Genus Bemisia mempunyai 37 spesies yang diduga berasal dari Asia.

Morfologi /Bioekologi

Telur berbentuk lonjong agak lengkung seperti pisang, berwarna kuning terang, berukuran panjang antara 0,2 - 0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur rata-rata 5,8 hari.
Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke - 1 berbentuk bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak. Nimfa instar ke - 2 dan ke - 3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya hanya melekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari.
Imago atau serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil antara (1 - 1,5 mm), berwarna putih, dan sayapnya jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Serangga dewasa biasanya berkelompok pada bagian permukaan bawah daun, dan bila tanaman tersentuh biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. (Gambar 4.). Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari.
Gejala Serangan
Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung normal.
Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20 – 100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.

Tanaman Inang

Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Beberapa contoh tanaman budidaya yang menjadi inang kutu kebul antara lain tomat, cabai, kentang, mentimun, terung, kubis, buncis, selada, bunga potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, lada; dan tanaman liar yang paling disukai adalah babadotan (Ageratum conyzoides).
Pengendalian
Di lapangan :
a). Kultur teknis
  • Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;
  • Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin;
  • Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;
  • Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes untuk mengurangi risiko serangan;
b). Pengendalian fisik / mekanis
  • Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);
  • Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;
  • Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.
c). Pengendalian hayati
  • Pemanfaatan musuh alami antara lain (lihat Lampiran 2.) :
  • Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;
  • Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;
  • Cara pelepasan E. formosa untuk tanaman tomat : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan selama 8 - 10 minggu;
  • Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan parasitoid dan predator secara berkala;
d). Pengendalian kimiawi
  • Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian (lihat Lampiran 6.), antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%);
  • Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul;
  • Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul (cara pembuatan dan penggunaan nimba lihat pada Lampiran 3.).
Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati perkembangan populasi kutu kebul mulai di pembibitan sampai pertanaman. Usaha pengendalian akan efektif apabila dilaksanakan secara serentak pada satu hamparan, tidak perorangan dalam skala yang sempit.
Di rumah kaca
a). Pengendalian hayati
  • Kalau memungkinkan dilakukan pelepasan serangga tabuhan E. formosa sebagai parasit nimfa sebanyak 5 ekor/tanaman tomat; dan kumbang predator M. sexmaculatus (lihat 
  • Tingkat parasitasi mencapai 40 - 50 %;
  • Parasit nimfa E. formosa sangat peka terhadap insektisida;
b). Pengendalian fisik / mekanik
  • Sisa tanaman terserang dimusnahkan / dibakar di tempat terpisah/khusus supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain;
  • Pemasangan perangkap likat kuning baik jumlah maupun ketinggiannya disesuaikan dengan luas rumah kaca dan keadaan pertanamannya;
c). Pengendalian kimiawi
  • Untuk pengendalian kutu kebul dewasa pada kondisi populasi tinggi, dapat dilakukan pengasapan dengan insektisida kimia sintesa efektif dan diizinkan Menteri Pertanian, antara lain Mitac 200 EC (amitraz) yang dapat diaplikasikan dengan fogger (campuran larutan semprot solar); sedangkan Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), dan Orthene 75 SP (asefat 75%) tidak dianjurkan digunakan dengan larutan semprot solar;
  • Pada kondisi populasi rendah, dapat digunakan pestisida nabati nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul.
d). Pencegahan
  • Selanjutnya perlu dijaga jangan sampai terjadi serangan baru kutu kebul ke dalam rumah kaca.

Minggu, 28 Agustus 2011

TEHNIK BUDIDAYA MELON


Pada garis besarnya Melon di bagi menjadi 2 jenis yaitu : Net Melon dan noNet Melon:
Net Melon misalnya: Sky Roket,Action,Glamor,Monami, MAI 119, MAI 116, SUMO 28, LADIKA, dll.
NoNet Melon misalnya: Honey dew, Mutiara, Golden langkawi, Eagle,dll.
 

A.    Syarat tumbuh.
Tanaman Melon dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran medium,akan tetapi Net Melon cocok pada dataran rendah 0 – 500 m dpl.Karena Net Melon menghendaki penyinaran yang cukup. Untuk noNet melon cocok pada dataran medium 400 – 700 m dpl. Karena Melon ini besar buahnya sedang ,tetapi rasanya manis.
Tanaman Melon tidak menghendaki tanah yang khusus, tapi yang lebih baik tanah bekas tanaman padi,dan hindari bekas tanaman yang sakit.(layu dan karat daun)

Sebaiknya di lakukan seawal mungkin,sehingga mendapatkan pengolahan yang baik dan selesai sebelum bibit siap tanam.
Pembuatan parit diharapkan untuk memudahkan untuk pengairan dan pembuangan air,sehingga memudahkan untuk memperoleh kondisi tanah yang basah tetapi tuntas.
Tanah bedeng dibuat gembur sehingga perakaran mudah menembus tanah untuk mendapatkan unsur hara.

C.   Persemaian

Cara menyemai ada 2 cara:
1.      Di kecambahkan selama + 30 jam dengan suhu 28 – 30oC akar tumbuh kira-kira 0,5 cm. Kemudian langsung di masukan kedalam polybag yang sudah di persiapkan dan di tutup dengan kuntan/media yang lembut.
Setelah 7 – 10 hari bibit siap tanam (+ daun ½ )
2.      Di semai dengan box.
Biji di atur dalam Box , setelah  5 – 6 hari baru di pindahkan dalam polybag yang sudah di siapkan,setelah 13 hari bibit siap di tanam di lahan.
Untuk penanaman bibit jangan sampai terlambat.


D.    Penanaman :
Pembuatan Bedengan ½ jadi dengan ukuran :
Lebar : 120 cm, Lebar parit :60 cm. Tinggi bedengan 40 cm,dan panjang bedengan sesuai dengan lahan yang ada.
Dan di tabur pupuk dasar yaitu :
Kompos/pupuk kandang 20 ton/ha.
Dolomite 1 ton /ha
ZA           : 700 Kg
Sp36       : 450 Kg
KCL       : 250 Kg
Setelah pupuk di tabur ,bedengan di kecroh agar pupuknya tercampur,dan tanah dari parit di naikan ke bedengan.setelah itu bedengan di tutup dengan Mulsa (PHP ) selanjutnya di buat lubang tanam 60 – 70 Cm ditanam 2 baris .
Sebelum di tanam sebaiknya Ajir/Lanjaran sudah terpasang lebih dulu. Panjang lanjaran + 2 m .

E.     Pemeliharaan :
1.          Pemupukan
Pupuk susulan berupa kocoran NPK  yang telah di cairkan /di larutkan ke air ,dengan       perbandingan  3 kg NPK / 200 lt air.
Waktu pemberian :
a.       3 – 4 hst.
b.      2 minggu setelah tanam.di pilih tanaman yang pertumbuhanya     lambat.
c.       20 - 23 hst (sebelum bunga mekar).
d.      Setelah gantung Buah.
Hindari pemberian pupuk susulan pada saat bunga mekar.
2.      Potong cabang :
Potong cabang pertama pada waktu tanaman berumur 12 hari setelah tanam atau setelah 5 helai daun.Potong cabang selanjutnya setiap ketiak daun ,cabang di potong sampai  helai ke- 9 , dan  10 , 11 , 12 Di pelihara untuk calon buah dan helai 13 ke atas di potong semua.Potong cabang sebaikmya pada siang cuaca cerah,setelah         25 – 30 helai ujungnya di potong sisakan 2 cabang sebagai kontrol agar buah tidak pecah.
Setelah dilakukan potong cabang atau potong pucuk supaya dilakukan penyepraian agar tidak terjadi infeksi pada luka bekas potongan.

3.      Ikat batang .
Tanaman Melon tidak bisa merambat sendiri maka perlu pengikatan agar tidak rebah .Ikat cabang yang pertama  + 2 minggu setelah tanam /setelah potong cabang pertama. Dan selanjutnya pengikatan 3 – 4 hari sekali dilakukan.
4.          Pengairan :
Pada saat penanaman di airi penuh /di leb.
Tiga hari kemudian di airi per tanaman, sebab dalam bedengan masih basah tetapi pemukaan tanah sudah kering ,pada musim kemarau bedengan di leb satu minggu sekali. Pada saat tanaman berdaun 6 helai di airi penuh agar pertumbuhanya seragam.
Kemudian tanaman di airi setelah umur 23 hari /menjelang pembungaan.
Pengairan selanjutnya setelah seleksi  dan gantung buah /satu minggu setelah pembungaan,hindari pengairan pada saat bunga mekar.
Setelah seleksi buah sampai umur 35 hari ,/setelah pembungaan keadaan lahan harus selalu basah karena pada saat itu fase pembesaran buah.
Umur 24 – 35 hari setelah pembungaan lahan sedikit demi sedikit di keringkan supaya buahnya manis.

1.      Hama :
a.       Kutu daun
Menghisap cairan daun sehingga menghambat pertumbuhan tanaman, hama ini bisa menyebarkan penyakit Virus. Pengedalianya dengan : Marshal, curacron atau insectisida yang lain.
b.      Ulat daun dan ulat buah.
Biasanya memakan daun dan kulit buah melon sehingga buah Melon cacat/berlubang dan kualitas buahnya kurang baik.
Pengedalianya dengan : Tribon ,Ketindo, Estap  atau insektisida yang lain.
c.       Lalat Buah .
Menyerang buah dengan menusuk buah sehingga buah cacat dan busuk . Lalat ini menyerang buah pada saat masih muda/setelah gantung buah .
Pengedalianya : dengan furadan di tabur di atas mulsa,disepray dengan rizotin atau insektisida yang lain.




2.      Penyakit :
a.       Karat daun , Embun tepung ,Layu.
Penyakit karat daun yaitu cendawan yang menyerang daun ,yang mula-mula daun terdapat bercak ke kuning-kuningan dan meluas sehingga menjadi kecoklatan warna daunya..
Pengendalianya :dengan fungisida : Dithane M45,Daconil,Ridomil MZ ,Rovral,atau fungisida yang lain.
b.      Penyakit Embun Tepung.
Menyerang permukaan daun yang terdapat trotol-trotol putih seperti taburan tepung lama-lama menjadi kering.
Pengendalianya:dengan fungisida :Morestan,dan Rubigan (1 tutup/tanki)
c.       Penyakit Layu:
Yang di sebabkan bakteri dan cendawan.
Penanggulanganya:Persiapan lahan yang baik ,pemakaian pupuk kandang yang telah jadi,dan pemakaian dolomid seperti anjuran atau dikocor dengan bactochyn pada lubang tanam, sebelum tanam.

G.    Panen:
Tanaman Melon siap di panen setelah umur 65 hari setelah tanam.
a.       Ciri-ciri siap panen: Daun bendera berwarna kuning dan buah melon sudah beraroma bagi jenis tertentu dan kadar gula sudah mencapai 13 brix .
b.      Cara panen : Di potong dengan tangkainya membentuk huruf “ T “ Untuk Varietas daging merah.dan di potong pada tangkai buah untuk jenis putih (kuning).

Catatan:Faktor keberhasailan:
1.      Kesuburan tanah.
2.      Kwalitas bibit.
3.      Pengetahuan budidaya.
4.      Orientasi pemasaran

DOWNY MILDEW (PENYAKIT EMBUN BULU/BUSUK DAUN) PADA TANAMAN MELON

Pendahuluan
Downy mildew atau busuk daun (embun bulu) merupakan salah satu penyakit penting tanaman cucurbitaceae. Petani di daerah Kediri dan sekitarnya menyebut penyakit ini dengan sebutan Penyakit Trotol atau Kresek. Bisa dipahami jika petani menyebutnya demikian, karena sebutan tersebut didasarkan pada gejala dan akibatnya terhadap tanaman. Daun tanaman yang terserang oleh penyakit ini akan menunjukkan gejala bercak berwarna kuning agak bersudut, seperti mengikuti alur tulang daun dan dapat menyerang dalam satu daun secara terpisah-pisah. Jika serangan penyakit parah, daun-daun tersebut dapat mengering sehingga daun akan mudah hancur dan mengeluarkan bunyi “renyah” menyerupai suara plastik kresek jika diremas. Meskipun dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada daun, penyakit ini tidak dapat menyerang dan membuat kerusakan buah secara langsung. Penurunan produktifitas buah disebabkan oleh kinerja daun yang terganggu karena kerusakan sel-selnya (nekrosis), dengan demikian pertumbuhan tanaman terhambat dan meyebabkan buah terpapar matahari. Namun, menurut Celetti dkk. (2009), pada suatu waktu pathogen juga dapat menyerang buah. Buah yang dihasilkan dari tanaman yang terinfeksi berukuran kecil dan tidak bagus (marketable).


Patogen ini dapat menyebabkan penyakit pada tanaman melon, mentimun, labu, squash, pumpkin (Celetti dkk. 2009), belewah atau garbis, semangka dan tanaman suku cucurbitaceae lainya. Meskipun memiliki inang yang luas, patogen cenderung hanya dapat menyerang tanaman yang masih dalam satu suku. Tanaman seperti legum (kacang-kacangan) dan bayam tidak akan terinfeksi oleh pathogen ini. Diantara tanaman dalam suku cucurbitaceae tersebut, mentimun merupakan tanaman yang paling rentan terhadap serangan penyakit ini (Celetti dkk. 2009), tetapi kurang merugikan pada tanaman melon (Semangun, 2000). Selain terdapat perbedaan patogenisitas antar tanaman, gejala yang ditimbulkannya juga tidak sama tergantung tanaman inang dan kondisi lingkungan. Gejala yang timbul pada tanaman mentimun mirip dengan tanaman gambas dan pumpkin, tetapi berbeda dengan gejala yang timbul pada tanaman melon dan semangka. Gejala yang muncul pada tanaman mentimun terlihat lebih jelas berbatas (confine) dan bersudut/bersiku (angular), tetapi gejala pada daun tanaman melon terlihat agak membulat, tidak beraturan (irregular) dan cepat meluas serta mengering yang berwarna kehitaman.

Beberapa strain patogen (patotipe) organisme ini telah diidentifikasi, beberapa hanya dapat menyerang mentimun, sementara yang lain dapat menyerang melon, mentimun, pumpkin dan squash. Hingga saat ini, telah diketahui paling sedikit terdapat 6 strain (patotipe) yang masing-masing memiliki kekhususan/spesifikasi inang

Gejala

Gejala serangan Downy Mildew saat fase awal pertumbuhan, berupa bercak kecil berwarna kuning pada permukaan daun bagian atas yang berusia tua, kadang-kadang nampak berminyak. Gejala yang muncul pada fase ini terlihat belum begitu jelas, masih menyerupai virus mosik-motel yang kemudian akan berubah warna menjadi kuning atau kecoklatan dan mengalami kematian jaringan (nekrosis). Dalam perkembangannya, bercak dapat meluas dan bermultiplikasi menyebabkan bercak yang lain sehingga dapat menyebabkan bercak yang lebih luas karena bisa saling menyatu.

Pada kondisi lembab, bulu halus (downy) dapat segera terbentuk di permukaan daun bagian bawah dan kerusakan berupa bercak (spot) berwarna kuning terang terlihat di permukaan daun bagian atas. Sporangia berupa bulu halus (downy) biasanya akan terlihat dengan jelas pada saat pagi hari dengan warna ungu gelap di bawah warna kuning terang yang terlihat dari atas permukaan daun. Sporangia (kantong spora) itu dapat dilihat dengan menggunakan lensa (lup), dan menjadi kunci dalam mendiagnosis penyakit ini. Kerusakan jaringan daun yang disebabkan oleh cendawan/jamur ini kadang-kadang menjadi tempat hidupnya patogen sekunder seperti bakteri busuk lunak dan cendawan/jamur lain. Gejala serangan patogen ini akan nampak setelah 4-12 hari setelah terjadi infeksi.

Biologi Patogen

Patogen memproduksi struktur mikroskopis menyerupai kantung yang disebut sporangia pada kisaran suhu antara 5-30 Derajat Celcius . Suhu optimum bagi pembentukan sporangia terjadi pada kisaran suhu 15-20 Derajat Celcius dan membutuhkan waktu paling sedikit 6 jam pada kelembaban yang tinggi. Spora yang telah terbentuk dapat menular ke tanaman sehat karena terpaan angin dan percikan air hujan. Spora akan segera berkecambah dan dan dapat menginfeksi tanaman secara lansung apabila mendarat pada inang yang rentan hanya dalam waktu satu jam saja. Selama dalam musim hujan (basah) yang panjang sporangia dapat melepaskan zoospora dalam jumlah yang banyak. Zoospora ini dapat berenang di dalam filum air secara terus-menerus hingga mencapai stomata. Lubang alami ini merupakan tempat utama patogen masuk ke dalam jaringan tanaman, sehingga dapat menyebabkan infeksi yang lebih banyak pada daun.

Patogen akan berkembang lambat dan mungkin berhenti sementara apabila suhu lebih dari 30 Derajat Celcius selama siang hari. Suhu pada malam hari yang berkisar antara 12-23 Derajat Celcius akan merangsang perkembangan patogen, terutama jika keadaan disekitarnya cukup lembab. Apabila suhu lingkungan pada malam hari berada pada kisaran sekitar 15 dan 25 Derajat Celcius pada siang hari, infeksi downy mildew pada tanaman cucurbitaceae dapat memproduksi lebih banyak inokulum dalam waktu 4 hari.

Kelangsungan hidup (Survival) Patogen dan Penyebarannya

Downy mildew merupakan patogen yang bersifat obligat. Patogen ini selalu memerlukan jaringan tanaman hidup agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya. Sporangia yang telah terbentuk akan terbawa oleh angin dalam jarak tertentu. Dalam perjalanannya itu, sporangia mungkin akan bertahan beberapa hari hingga menemukan inang rentan. Jika patogen sudah berada suatu tempat, maka sporangia dapat disebarkan secara terlokalisir pada tempat tersebut dari tanaman satu ke tanaman lain dan dari lahan satu ke lahan lain melalui percikan air hujan, aliran irigasi, pergerakan serangga, peralatan pertanian dan pakaian yang digunakan petani di lahan yang terinfeksi, serta cara penanganan tanaman yang terinfeksi.


Pengendalian (Manajemen)


Pengendalian Penyakit dapat dilakukan melalui cara bercocok tanam (kultur teknis) dan penggunanaan pestisida. Cara-cara pengendalian tersebut antara lain adalah:
1. Menanam tanaman yang sehat, terbebas dari patogen.
2. Pilih dan atur lahan sehingga dapat membuat pergerakan udara lancar dan mengurangi kelembaban disekitar kanopi tanaman.
3. Lakukan pengolahan tanah dengan membaliknya pada waktu siang hari
4. Hindari pengairan yang berlebih. Pertimbangkan pemberian air irigasi selama pagi hari untuk memberi kesempatan daun mengering. Jika memungkinkan, beri air sedikit saja hingga dirasa cukup.
5. Lakukan pengamatan atau monitoring terhadap kemungkinan munculnya gejala penyakit tiap minggu atau sesering mungkin.
6. Lakukan pengendalian gulma di lahan, karena sebagian gulma dapat menjadi inang alternatif bagi patogen ini.
7. Perlakuan fungisida dilakukan untuk upaya pencegahan terhadap serangan patogen dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan. Aplikasi fungisida dilakukan tiap 5 hari sekali jika kondisi lingkungan lembab dan basah, namun jika kondisi cuaca sedang kering, maka aplikasi fungisida dapat dilakukan dalam inetrval waktu 7-10 hari
8. Aplikasikan fungisida dengan volume 250-300 liter air per hektar dan pastikan bahwa, fungisida mencukupi dan penyemprotan dapat meliput/terkena kanopi tanaman.
9. Lakukan aplikasi secara bergiliran dengan fungisida yang memiliki bahan aktif berbeda dan gunakan fungisida yang memiliki cara kerja ganda dan tunggal.
10. Cuci atau bersihkan peralatan sebelum digunakan pada lahan lain.
11. Cuci dan bersihkan tangan sebelum berpindah ke lahan lain dan selalu menggunakan pakaian baru (selalu berganti pakaian yang telah dicuci) tiap hari.

Jumat, 24 Juni 2011

KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PESTISIDA KIMIA DAN ALAMI
1. Pestisida Kimia

  •  Kekurangan 
    • Hama menjadi kebal (resisten)
    • Peledakan hama baru (resurjensi)
    • Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen
    • Terbunuhnya musuh alami
    • Pencemaran lingkungan (air dan tanah ) oleh residu bahan kimia
    • Tidak ramah lingkungan 
    • Harganya mahal 
    • Matinya musuh alami hama tanaman 
    • Matinya organisme yang berguna 


  • Kelebihan 
    •  Mudah di dapatkan di berbagai tempat 
    • Zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang di beri pestisida 
    • Kemasan lebih praktis 
    • Bersifat tahan lama untuk disimpan 
    • Daya racunnya tinggi ( langsung mematikan bagi serangga

2. Pestisida Nabati dan Alami

        Secara umum pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang. Pertanian masa depan yang ideal seharusnya memadukan teknologi tradisional dan teknologi modern yang diaktualisasikan sebagai pertanian berwawasan lingkungan. Salah satu alternatif pengembangan pertanian berwawasan lingkungan adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman penghasil pestisida alami, misalnya tanaman nimba. Pestisida asal nimba mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi dan berdampak spesifik terhadap organisme pengganggu. Bahan aktif nimba juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. Selain itu, residunya mudah terurai menjadi senyawa yang tidak beracun, sehingga aman atau ramah bagi lingkungan.

  • Kekurangan
    • Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
    • Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku 
    • Kurang praktis 
    • Tidak tahan disimpan 
    • Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga) 
    • Cara kerjanya (efek mortalitasnya) lambat 
    • Harus disemprotkan secara berulang-ulang
  •  Kelebihan
    • Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat 
    • Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot 
    • Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa 
    • Menghambat reproduksi serangga betina 
    • Racun syaraf bagi hama 
    • Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga 
    • Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga 
    • Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri 
    • Dapat menyebabkan gangguan dalam proses metamorfosa dan gangguan makan (anti feedant) bagi serangga.

3. Pestisida Biologi atau Musuh Alami

       Musuh alami itu salah satu cara pengendalian yang cukup bagus diterapkan di Indonesia. Walaupun butuh waktu yang lama supaya gulma mati / terkendali, tetapi musuh alami termasuk pengendali yang ramah terhadap lingkungan. Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi.

  • Kekurangan
    • Kelebihan musuh alami dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang baru 
    • Dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem
  • Kelebihan 
    • Merupakan pengendalian hama yang ramah lingkungan 
    • Tidak mengeluarkan biaya yang besar 
    • Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami. 
    • Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman

Sabtu, 11 Juni 2011

Mengendalikan Hama Wereng Batang Cokelat dengan Jamur

pictureBeberapa waktu lalu ribuan hektare sawah di wilayah Demak dan sekitarnya gagal panen akibat serangan hama. Hingga kini hama merupakan salah satu kendala produksi yang selalu mengganjal target produksi.

Beberapa waktu lalu ribuan hektare sawah di wilayah Demak dan sekitarnya gagal panen akibat serangan hama. Hingga kini hama merupakan salah satu kendala produksi yang selalu mengganjal target produksi. Padahal kebutuhan beras nasional meningkat minimal 0,5 juta ton setiap tahunnya.

Ledakan jenis hama terjadi silih berganti dan tidak jarang diikuti oleh munculnya strain atau biotipe baru yang lebih ganas. Di antaranya hama wereng batang cokelat (WBC) yang merupakan hama penting yang harus diwaspadai karena sewaktu-waktu populasinya bisa meledak bila kondisi lingkungan mendukung. Hama ini merupakan vektor virus kerdil rumput dan kerdil hampa dengan peningkatan populasi secara eksponensial.
Beberapa teknik pengendalian sebetulnya telah dilakukan antara lain memperbaiki varietas tahan hama dan memperbaiki pola tanam (pergiliran tanaman).
Namun karena tingginya kemampuan adaptasi WBC dan belum diterapkannya pola pergiliran varietas oleh petani menyebabkan perkembangannya biotipe WBC sangat cepat. Biotipe WBC terbaru mampu menyerang varietas yang saat ini dianggap paling tahan (IR 64) seperti halnya di Jawa Timur.
Sementara itu penggunaan insektisida selain tidak lagi manjur, juga bersifat beracun bagi lingkungannya. Sebagai contoh buprofezin yang dulu dianggap aman, kini diketahui beracun terhadap nener bandeng, mujair, dan udang windu.
Aman Lingkunggan
Untuk itu Badan Litbang Pertanian saat ini mengembangkan metode pengendalian yang efektif, efisien, sekaligus aman bagi lingkungan. Dua orang peneliti Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (Balitbiogen), Badan Litbang, TP Priyatno dan MK Kardin mengembangkan jamur patogen serangga (JPS) sebagai agen pengendali WBC.
Menurut Priyatno, penerapan JPS baik pada skala pengujian maupun di lapangan masih rendah, padahal sangat potensial sebagai musuh alami WBC.
Bila dibandingkan dengan jenis patogen serangga lainnya, pemanfaatan JPS dinilai lebih menguntungkan. Proses infeksi JPS terjadi melalui penetrasi integumen, saluran pencernaan, dan spirakula, sehingga sangat efektif untuk membasmi WBC.
Selain itu infeksi dapat terjadi pada semua jenis dan fase perkembangan serangga. Sementara proses infeksi oleh patogen lain hanya terjadi melalui saluran pencernaan (mulut).
Menurut Kardin ada 14 jenis jamur yang telah diketahui bersifat patogenik terhadap WBC. Keberadaannya di dalam populasi WBC menentukan tinggi rendahnya populasi WBC.
Pengaruh infeksi JPS bersifat mematikan, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga serta menurunkan kemampuan reproduksi. Selain itu menurunkan ketahanan serangga terhadap serangan predator, parasitoid, patogen, insektisida kimia, dan cekaman lingkungan.
Beberapa JPS yaitu Hirsutella citrifromis, B. bassiana, dan M. anisopliae memiliki pertumbuhan yang cepat dan meluas. Bahkan dua jenis terakhir selain menyerang WBC juga infektif terhadap beberapa jenis hama sekaligus. Dengan dosis yang rendah (0,017 g/ml) mampu menimbulkan kematian WBC dalam 16 hari dengan tingkat kematian hingga sebesar 90 persen. Keunggulan lainnya, JPS bersifat kompatibel dengan pengendali hama lainnya.
Kendala Pengembangan
Aktivitas JPS sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Virulensi JPS berhubungan dengan spesifikasi inang atau lokasi, sedangkan viabiltas spora bergantung pada karakteristik sporanya, suhu, kelembaban nisbi, dan radiasi ultra violet. Beberapa faktor ekologis, patologi, dan entomologi sering kali menjadi kendala pengembangan JPS.
Menurut Priyono, kendala utama pengembangan dan aplikasi JPS adalah masih rendahnya kemampuan dan pengetahuan peneliti dalam teknik isolasi idenfitikasi, produksi hingga formulasinya.
Penggunaannya masih sering disamakan dengan insektisida kimia, sehingga kefektifannya tidak sesuai dengan harapan. Padahal aplikasi JPS harus memperhatikan strain, umur biakan, tingkat perkecambahan spora, bentuk formulasi, dan waktu aplikasi yang tepat.
Hal lain yang masih menjadi kendala dan harus diwaspadai adalah aspek keamanannya. Beberapa JPS diketahui menimbulkan reaksi alergenik, iritasi, mikosis, dan menghasilkan racun bagi manusia dan hewan.
Sebagai contoh C. coronatus dapat menyebabkan mikosis pada kuda dan manusia. B. bassiana menimbulkan reaksi alergenik pada manusia dan hewan piaraan, sedangkan aspergillus menghasilkan racun berbahaya.
Untuk itu harus dilakukan seleksi strain mana yang memiliki efektifitas pengendalian hama tinggi. Selain itu juga bisa membunuh berbagai jenis hama sekaligus, kompatibel dengan pengendali hama lainnya, serta aman bagi manusia dan hewan. Menurut Priyono hal itu bisa dilakukan dengan teknik rekayasa genetika.
Sementara itu produksi JPS tidak membutuhkan media yang mahal. Beberapa produk dan limbah pertanian yang murah dapat dikembangkan sebagai media perbanyakan. Misalnya saja kentang, nasi, oatmeal, dan jagung sering digunakan sebagai media perbanyakan JPS.
Sedangkan mengenai formulasi, hendaknya dipilih formula yang mampu mempertahankan stabilitas virulensi dan viabilitas sedikitnya satu tahun. Pengembangan formula diharapkan mampu meningkatkan persistensi pengendalian. Selain itu bisa juga dilakukan penggabungan beberapa patogen dalam satu formulasi, ujar Priyono.
Dalam prakteknya, JPS sebagai insektisida mikroba dapat dilakukan dengan teknik penyemprotan, penghembusan, dan penyebaran. Selain itu penggunaannya dapat dicampur dengan insektisida lainnya sehingga memiliki daya basmi hama sangat tinggi.
Penggunaan JPS sebagai pengendali hama memunculkan harapan baru pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan. Dengan teknik pengembangan yang tepat, selain efektif membasmi hama JPS juga aman bagi lingkungan.
Jika dikaitkan dengan biaya produksi, penggunaan insektisida nabati juga mampu menekan biaya produksi secara nyata. Sehingga bisa memberikan peluang bagi petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik.
sumber situs hijau

Kamis, 09 Juni 2011

Tanaman Pestisida Nabati: Sirsak (Annona muricata L.)

sirsak
Info lengkap pestisida nabati klik di sini: Pestisida Nabati
Buah sirsak atau kadang-kadang disebut nangka sebrang adalah salah satu bahan petsisida nabati yang ampuh banget. Nama latin sirsak adalah Annona muricata L. Beberapa keluarga sirsak yang lain juga memiliki manfaat yang sama, seperti: Srikaya (Annona squamosa L.) dan Mulwa (Annona reticulata L.). Bagian yang dimanfaatkan untuk bahan pestisida nabati adalah daunnya.
Sirsak dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah yang kering. Pembiatakn tanaman sirsak ini dapat dilakukan dengan biji atau okualasi.

Klasifikasi Ilmiah Sirsak:

Kingdom: Plantae
(unranked): Angiosperms
(unranked): Magnoliids
Order: Magnoliales
Family: Annonaceae
Genus: Annona
Species: A. muricata
Source: Wikipedia.org

sirsak wikipedia
sirsak

Bagian tanaman :untuk pestisida nabati

Seluruh bagian tanaman sirsak, srikaya, dan mulwa bisa digunakan untuk bahan pestisida nabati, yaitu: daun, biji, batang, akar dan buahnya yang belum masak. Bagian biji lebih beracun daripada daunnya. Akan tetapi karena biji jumlahnya sedikit, daun lebih sering dimanfaatkan untuk bahan pestisida nabati.

Hama sasaran:

Hama sasaran pestisida nabati dari sirsak, srikaya, dan mulwa:
  • Macam-macam aphis
  • Aphis kentang (Macrosiphum euphorbiae)
  • Aphis bunga krisan (Macroshiponiella sanborni)
  • wereng coklat (Nilaparvata)
  • Wereng hijau (nephotettix virescenns)
  • Wereng punggung putih (Sogatella furcifera)
  • kutu sisik hijau (Coccus viridis)
  • macam-macam ulat
  • ulat tritip (Plutella xylostella)
  • lalat buah (Ceratitis capitata)
  • lalat buah asia (Batrocera dorsalis)
  • Kumbang labu merah (Aulachopora foveicollis)
  • Kepik hijau
  • hama kapas (Dysdercus koeniglii)

Contoh pembuatan pestisida nabati dari sirsak

  1. Siapkan 500 gr daun sirsak, srikaya atau mulwa
  2. Rebus dengan 1 – 2 lite air.
  3. Biarkan sampai mendidih dan airnya tinggal setengah liter.
  4. Air rebusan disaring dan didinginkan.
  5. Untuk penyemprotan, larutkan setengah liter ekstrak daun sirsak dengan 10-15 liter air.
  6. Semprotkan ke bagian tanaman yang terserang hama.
Sumber:
Wikipedia.org
Ir. Pracaya

Rabu, 12 Januari 2011

TIKUS SAWAH ( Rattus argentiventer Rob & Kloss).

Tikus Sawah dan Cara Pengendaliannya

Status
Merupakan hama prapanen utama penyebab kerusakan terbesar tanaman padi, terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam intensif. Tikus sawah merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan (periode pascapanen).

Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan.

Biologi dan Ekologi
Tikus sawah digolongkan dalam kelas vertebrata (bertulang belakang), ordo rodentia (hewan pengerat), famili muridae, dan genus Rattus. Tubuh bagian dorsal/ punggung berwarna coklat kekuningan dengan bercak-bercak hitam di rambut-rambutnya, sehingga secara keseluruhan tampak berwarna abu-abu. Bagian ventral/perut berwarna putih keperakan atau putih keabu-abuan. Permukaan atas kaki seperti warna badan, sedangkan permukaan bawah dan ekornya berwarna coklat tua. Tikus betina memiliki 12 puting susu (6 pasang), dengan susunan 1 pasang pada pektoral, 2 pasang pada postaxial, 1 pasang pada abdomen, dan 2 pasang pada inguinal. Pada tikus muda/predewasa terdapat rumbai rambut berwarna jingga di bagian depan telinga. Ekor tikus sawah biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan dan moncongnya berbentuk tumpul.
Panca indera tikus sawah berkembang baik dan sangat menunjang setiap aktivitas kehidupannya. Sebagai hewan nokturnal, mata tikus telah berkembang dan menyesuaikan untuk melihat dalam intensitas cahaya rendah. Indera penciuman berkembang baik. Dengan indera tersebut, tikus mendeteksi wilayah pergerakan tikus lain, jejak anggota kelompoknya, dan betina estrus. Indera pendengaran tikus sawah berkembang sempurna. Indera pengecap berkembang baik sehingga mampu mendeteksi rasa pahit, racun, dan enak/tidaknya suatu pakan. Indera peraba juga berkembang baik, kumis dan rambut-rambut panjang pada sisi tubuhnya digunakan sebagai sensor sentuhan terhadap benda-benda yang dilalui. Dengan indera yang berkembang dan terlatih tersebut, tikus sawah memiliki kemampuan fisik yang prima seperti berlari, menggali, memanjat, meloncat, melompat, mengerat, berenang, dan menyelam. Tikus sawah juga berperilaku cerdik dan memiliki kemampuan belajar/mengingat (meskipun terbatas).
Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Periode perkembang-biakan hanya terjadi pada saat tanaman padi periode generatif. Dalam satu musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rata-rata 10 ekor anak per kelahiran. Tikus betina relatif cepat matang seksual (±1 bulan) dan lebih cepat daripada jantannya (±2-3 bulan). Cepat/lambatnya kematangan seksual tersebut tergantung dari ketersediaan pakan di lapangan. Masa kebuntingan tikus betina sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali 24-48 jam setelah melahirkan (post partum oestrus). Terdapatnya padi yang belum dipanen (selisih hingga 2 minggu atau lebih) dan keberadaan ratun (Jawa : singgang) terbukti memperpanjang periode reproduksi tikus sawah. Dalam kondisi tersebut,anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam padi. Dengan kemampuan reproduksi tersebut, tikus sawah berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat jika daya dukung lingkungan memadai.
Tikus sawah bersarang pada lubang di tanah yang digalinya (terutama untuk reproduksi dan membesarkan anaknya) dan di semak-semak (refuge area/habitat pelarian). Sebagai hewan omnivora (pemakan segala), tikus mengkonsumsi apa saja yang dapat dimakan oleh manusia. Apabila makanan berlimpah, tikus sawah cenderung memilih pakan yang paling disukainya yaitu padi. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada saat lahan bera, tikus sawah menginfestasi pemukiman penduduk dan gudang-gudang penyimpanan padi dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif.
Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan.
Pengendalian
Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama dan terkoordinasi dengan cakupan wilayah sasaran pengendalian  dalam skala luas.
Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS dan LTBS. Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS (Trap Barrier System / Sistem Bubu Perangkap) dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.
Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan padi antara lain sbb. :
TBS merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal (20 x 20)m yang ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m) karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang pertanaman.
LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal 100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.

Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya akan efektif digunkan pada periode bera dan stadium padi awal vegetatif.

Selasa, 11 Januari 2011

MATERI KEGIATAN TRANING PENYULUH

MATERI KEGIATAN TRANING PENYULUH
BALAI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN  DAN KEHUTANAN (BP3K)
KECAMATAN BOJONG
 TAHUN 2011


NO
BULAN
MATERI
KETERANGAN
1
2
3
4

1.




2.






3.




4.




5.



6.




7.





8.





9.



Januari




Pebruari






Maret




April




Mei



Juni




Juli





Agustus





September

Ø      Pengairan berselang
Ø      Bio Security pada ayam buras
Ø     Pemupukan berdasarkan Bagan Warna   Daun (BWD)

Ø Penanggulangan penyakit ikan dan kesehatan pada lingkungan
Ø   Pengendalian hama Wereng Batang Coklat (WBC)
Ø      Penggunaan pestisida secara bijaksana

Ø      Pengendalian hama walang sangit
Ø      Budidaya Kelinci pedaging
Ø   Penggunaan Bakterisida pada tanaman padi

Ø      Perlakuan benih padi (Seed treatment)
Ø      Pembungaan mangga diluar musim
Ø      Budidaya  Menthok (Itik Manila)

Ø      Pertanian Organik
Ø      Pembenihan ikan lele
Ø      Pemeliharaan kambing Ettawa

Ø      Penyemaian benih tanaman keras
Ø      Pemeliharaan ikan dengan tanaman padi ( Mina Padi)
Ø      Pestisada Nabati/organik

Ø      Pemeliharaan tanaman keras
Ø Pakan tambahan penggemukan sapi potong
Ø      Mengurangi kehilangan hasil waktu panen

Ø      Pembuatan pupuk organik dari jerami
Ø      Tanam kedelai dengan teknologi  Tanpa Olah Tanah (TOT)
Ø      Pemeliharaan itik secara intensif

Ø      Teknik pengasapan ikan
Ø      Budidaya tanaman melon
Ø  Teknologi sistem rice intensification (SRI) pada tanaman padi








1
2
3
4

10.






11.





12.

Oktober






November





Desember




Ø   Reproduksi Inseminasi Buatan (IB) pada ternak ruminansia (Sapi, Kambing)
Ø      Budidaya ternak ayam arab
Ø      Pembuatan biogas dari kotoran ternak

Ø      Varietas padi unggul baru
Ø   Teknik pembuatan dan pemanfaatan sumur resapan
ØPengelolaan lingkungan kesehatan pengolahan hasil perikanan

Ø      System resi gudang
Ø      Tanaman sayuran dataran rendah
Ø      Budidaya tanaman dalam pot




















Bojong, 7 Januari 2011
Koordinator Penyuluh BP3K
Kec. Bojong





TOTO SUPRIYARSO, S.TP
 NIP.19600905 198103 1 009