............................................"SELAMAT DATANG DI BPK KEDUNGWUNI JL.RAYA TOSARAN NO.03 KEDUNGWUNI - PEKALONGAN 51173"............................................

Kamis, 29 September 2011

MERACIK PAKAN KELINCI BERNUTRISI



Sukarto Nio berjibaku menghasilkan pakan sendiri untuk ternak kelincinya yang mencapai 800 ekor. Tak ada pilihan bagi lelaki berwajah oriental ini untuk menyiasati biaya pakan yang mencapai 80 % dalam produksi kelinci. “Kalau terus menerus mengandalkanpembelian pakan bisa bikin kantong cekak,” katanya.
Karto demikian sapaannya mengaku, awalnya dia hanya pelihara kelinci 1–2 ekor sehingga tak ada masalah jika harus membeli pakan. Tapikarena populasi kelincinya kian banyak maka otomatis kebutuhan pakan juga meningkat.Kondisi ini lah yang memaksa pria yang hobi pelihara kelinci karena menyukai bentuk atau penampilan fisik binatang berkuping panjang itu akhirnya membuat pakan  sendiri demi memenuhi kebutuhan konsumsi kelinci peliharaannya.
Di lain pihak, pemilik pabrik pakan Indofeed, Ir. Idris P. Siregar menyebutkan,  kelinci yang diberikan hijauan seperti rumput saja kurang mendapatkan nutrisi yang sesuai. Ia pun menyayangkan kebiasaan masyarakat pada umumnya yang memberikan pakan hanya sebatas hijauan seperti wortel sehingga kebutuhan nutrisi binatang berkuping panjang ini tak terpenuhi.
Nutrisi yang Sesuai
Idris menekankan komposisi bahan baku bernutrisi yang diperlukan oleh kelinci jangan sampai dikurangi meskiharga bahan baku pakan semakin tinggi. Karena menurutnya pakan komplituntuk kelinciitu harus mengandung zat-zat makanan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral,dan vitamin. Senadadengan pendapat itu, Nofri Sahmedi Marketing ProdukPT Citra Ina  Feedmill mengimbuhi, kandungan nutrisi tersebut  harus disesuaikan dengan kebutuhan hidupnya, apakah untuk kelinci pedaging, kelinci hias atau untuk kelinci penelitian.
Sementara Karto yang sejakawal memelihara kelinci hias selalu memerhatikan kebutuhan unsur Serat Kasar (SK) untuk kelincinya.  Karena itu Kartopun memasukkan kandungan SK dalam pakan buatannya sebesar 15 –16%. Sedangkan, kebutuhan protein yang sesuai sebesar 18–20%.  “Kelinci hias tidak perlu badan yang besar, yang terpenting proposional, ” jelasnya. Diungkapkan Nio, kebutuhan serat kasar dalam pakan buatannya diperoleh dari daun tebu. Menurutnya daun tebu masih terbilang mudah diperoleh.
Disisi lainIdris menjelaskan soal kebutuhan nutrisi untuk kelinci pedaging. Dalam hal ini kandungan nutrisi penghasil kalori seperti hijauannya harus lebih tinggi, yaitu berkisar 16 % dengan TDN (Total Digestible Nutrient)  diatas 70 %.  Selain itu Nofri menambahkan ,didalam pakan komplit dengan kualitas tinggi juga harus ditambah imbuhan lainnya seperti vitamin A, D, E, K.
Bukan Pemilih Pakan
Dan yang tak kalah penting dalam budidaya kelinci, lanjut Idris, adalah pemberian pakan. Menurutnya  tingkat konsumsi pakani deal yang dibutuhkan kelinci adalah 100 – 200 gram per ekor perhari. Bentuk fisik pakan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan kelinci.
(Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=8&aid=2961)

PENGOLAHAN BAHAN PAKAN TERNAK



Keterbatasan pakan dan ketidak pastian tatalaksana pakan merupakan salah satu faktor kelemahan sistem produksi peternakan, hal ini dapat diatasi bila potensi pertanian maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Asalkan kita tahu secara tepat nilai guna, daya guna, teknologi pengolahan dan sistem pengolahan yang tepat agar lebih bermanfaat.

Secara garis besar bahan pakan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pakan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pakan asal hewan (hewani). Bahan pakan nabati adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman. Bahan pakan hewani adalah bahan pakan yang berasal dari hewan atau ikutannya. Kedua bahan pakan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan yang berbeda pula.

Bahan pakan nabati seperti kedelai, jagung, dedak, gandum, hijauan (rumput gajah, rumput raja dll), leguminosa (daun lamtoro, daun turi dll), bungkil kelapa, bungkil kedelai, kacang-kacangan, singkong/ketela pohon dan lain-lain. Bahan pakan hewani meliputi seperti ikan runcah, tepung ikan, tepung tulang, tepung kerang, meat bone meal, tepung darah, tepung bekicot, tepung udang dan lain-lain.

Bahan pakan hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pakan nabati, yaitu:
1. Daya simpan rendah
2. Bersifat lunak dan lembek
3. Karakteristik dari masing-masing bahan pakan hewani tidak bisa digeneralisasi (disamaratakan)
4. Bahan pakan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak, sedangkan bahan pakan sumber nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein.


Berdasarkan hal diatas maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting karena dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan, meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi (penganekaragaman) prodak. Sehingga prodak menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapatkan sentuhan teknologi pengolahan pakan. Dibawah ini adalah beberapa contoh jenis pengolahan pakan:
1. Amoniasi
  Pengertian amoniasi itu sendiri adalah cara pengolahan pakan secara kimia menggunakan amoniak (NH3), yang mana dosis amoniak yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 – 6 % NH3 dari berat kering jerami. Tujuan pembuatan amoniasi adalah untuk meningkatkan daya cerna dari bahan pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar N (proteinnya).

Jerami merupakan salah satu limbah atau bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan amoniasi, yang mana pengertian jerami itu sendiri adalah bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Namun sebagian besar para peternak jarang memanfaatkan jerami padi, kebanyakan dari para peternak biasanya langsung membakar jerami padi setelah pemanenan berlangsung. Selain alasan tersebut para peternak jarang menggunakan jerami dikarenakan jerami memiliki kandungan nutrisi yang rendah dan sulit dicerna oleh ternak. Jika jerami langsung diberikan kepada ternak tanpa melalui proses pengolahan, maka jerami ini akan tergolong sebagai makanan ternak yang berkualitas rendah.

Kandungan gizi jerami padi adalah protein kasar 4,5 %, serat kasar 35 %, lemak kasar 1,55 %, abu 16,5 %, kalsium 0,19 %, fosfor 0,1 %, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43 %, energi DE (Digestible Energ y) 1,9 kkal/kg, dan lignin yang sangat tinggi 7%. Agar meningkatkan kadar nutrisi dan meningkatkan kecernaan nya sehingga bisa lebih berdaya guna sebagai pakan ternak, jerami padi dapat diolah dengan cara amoniasi.

Metode dalam pembuatan amoniasi ada dua cara yaitu: Urea yang dilarutkan ke dalam air terlebih dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan jerami yang akan diamoniasi (cara kering).

Metode atau tahapan pembuatan amoniasi secara praktis adalah sebagai berikut:
Bahan yang digunakan:
Jerami padi sebanyak 15 kg, urea 870 gram dan air 5 liter (cara basah)

Langkah pembuatan:
Sebelum membuat amoniasi, sediakan plastik dengan ketebalan 0,4 cm, sediakan timbangan, sediakan ember, alat pengaduk, dan sediakan tali untuk pengikat. Setelah peralatan disediakan kemudian siapkan jerami padi yang memiliki batang yang sangat keras, ikat dan masukkan kedalam plastik. Masukkan urea 870 gram kedalam ember dan tuangkan air sebanyak 5 liter, kemudian aduk hingga rata. Siram larutan urea tersebut kedalam kantong plastik yang telah berisi jerami sebanyak 15 kg, kemudian siram secara bertahap, merata dan bolak-balikkan jerami tersebut kemudian padatkan. Ikat kencang plastik yang pertama, hingga tak ada udara masuk dan masukkan kantong plastik yang pertama ke dalam plastik yang yang kedua. Simpan kantong plastik amoniasi tersebut di tempat yang aman. Diamkan selama 4 minggu.

Pembuatan amoniasi diatas adalah menggunakan cara basah, jika akan melakukan pembuatan amoniasi menggunakan cara kering tidak perlu penambahan air. Pemanenan amoniasi dapat dilakukan setelah kurun waktu 4 minggu berlangsung. Sebelum jerami di berikan pada ternak, jerami sebaiknya diangin-anginkan terlebih dahulu hingga bau amoniaknya hilang.

Amoniasi yang akan disimpan dalam jangka yang lama, maka jerami amoniasi tersebut harus dijemur dan dikeringkan di panas matahari selama kurang lebih satu minggu hingga kadar air mencapai 20 %. Penjemuran dilakukan dengan cara sederhana yaitu dijemur di atas pelataran semen atau tanah dengan ketebalan 10 cm. Bila jerami tersebut sudah dijemur dan kering maka dapat disimpan di bawah atap dan tahan 6 bulan sampai satu tahun tanpa adanya penurunan kualitas.
2. Hay
 
- dibuat karena hijauan sedang surplus
- dibuat untuk dimanfaat di musim kemarau (atau dingin)
- tanaman dipotong sebelum masa berbunga, untuk kemudian dikeringkan
- dilakukan dengan cara pengiringan yang cepat
- menggunakan cahaya matahari yang minimal
- dikeringkan diatas para – para yg diberi atap.
- hijauan yg dikeringkan harus sering dibolak balik
- dalam proses pemubuatan hay, hijauan harus dihindari dari terkena air hujan.

3. Fermentasi
  Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik.


Selain amoniasi, hay dan fermentasi sebagai jenis pengolahan pakan, masih banyak jenis pengolahan pakan lainnya seperti silase, urea molases multinutrient blok (UMMB) dan lainnya.

Pengolahan limbah pertanian berupa jerami yang menjadi makanan ternak, harus disosialisasikan agar penggunaannya dapat dilakukan oleh masyarakat secara luas. Penggunaan teknologi amoniasi dapat memberdayakan sumber daya lokal dan menghindari ketergantungan impor pakan ternak. Pakanan ternak yang selalu tersedia sepanjang waktu dengan diiringi sistem pemeliharaan terpadu akan menciptakan sektor peternakan yang tangguh dan berkelanjutan.


Sumber : http://ditjennak.deptan.go.id/

Sabtu, 03 September 2011


VIMA-1, varietas unggul kacang hijau genjah hasil pemulia Balitkabi

 VIMA-1, Varietas Unggul Kacang Hijau Genjah


Setelah empat tahun, Departemen Pertanian kembali merilis varietas unggul kacang hijau. Varietas yang diberi nama Vima-1 melalui SK Nomor 833/Kpts/SR.120/6/2008 tanggal 24-6-2008. Varietas kacang hijau hasil rakitan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang ini diperoleh melalui persilangan buatan dari tetua jantan VC 1973A dan tetua betina 2750A dan seleksi sistematis hingga diperoleh galur MMC 157d Kp-1 yang mempuyai sifat umur genjah dan tahan penyakit embun tepung.
Berbeda dengan varietas kutilang –varietas terakhir yang dilepas pada tahun 2004– yang berbiji hijau mengkilat, maka galur MMC 157d Kp-1 yang kemudian diberi nama Vima-1 (akronim dari Vigna sinensis – Malang) ini berkulit biji kusam. Sejumlah kelebihan dimiliki oleh Vima -1 ini.Dari sisi budi daya, varietas ini memiliki keunggulan, yakni hasil cukup tinggi, umur yang genjah, dan tahan penyakit embun tepung. Tandan polong Vima-1 yang seluruhnya berada di atas kanopi merupakan daya tarik tersendiri bagi petani, karena relatif mudah dipelihara dan dipanen.
Kualitas biji Vima-1 memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, lemak rendah, dan pati tinggi. Kulit biji yang lunak, daging biji yang cepat empuk ketika direbus, dan tekstur bubur kacang hijau yang baik sesuai dengan preferensi pengusaha makanan, khususnya bubur kacang hijau, bakpia, dan onde-onde. Sejak semula Ir. M. Anwari, MS, pemulia yang merakit varietas ini, memang berupaya memperoleh varietas unggul kacang hijau yang disukai produsen maupun konsumen.

Sumber : situs web Balitkabi  

Kamis, 01 September 2011

Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)

Ordo : Hemiptera; Famili : Aleyrodidae; Genus : Bemisia; Species : tabaci. Mound dan Halsey (1978) melaporkan, bahwa Genus Bemisia mempunyai 37 spesies yang diduga berasal dari Asia.

Morfologi /Bioekologi

Telur berbentuk lonjong agak lengkung seperti pisang, berwarna kuning terang, berukuran panjang antara 0,2 - 0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur rata-rata 5,8 hari.
Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke - 1 berbentuk bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak. Nimfa instar ke - 2 dan ke - 3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya hanya melekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari.
Imago atau serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil antara (1 - 1,5 mm), berwarna putih, dan sayapnya jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Serangga dewasa biasanya berkelompok pada bagian permukaan bawah daun, dan bila tanaman tersentuh biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. (Gambar 4.). Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari.
Gejala Serangan
Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung normal.
Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20 – 100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.

Tanaman Inang

Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Beberapa contoh tanaman budidaya yang menjadi inang kutu kebul antara lain tomat, cabai, kentang, mentimun, terung, kubis, buncis, selada, bunga potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, lada; dan tanaman liar yang paling disukai adalah babadotan (Ageratum conyzoides).
Pengendalian
Di lapangan :
a). Kultur teknis
  • Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;
  • Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin;
  • Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;
  • Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes untuk mengurangi risiko serangan;
b). Pengendalian fisik / mekanis
  • Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);
  • Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;
  • Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.
c). Pengendalian hayati
  • Pemanfaatan musuh alami antara lain (lihat Lampiran 2.) :
  • Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;
  • Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;
  • Cara pelepasan E. formosa untuk tanaman tomat : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan selama 8 - 10 minggu;
  • Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan parasitoid dan predator secara berkala;
d). Pengendalian kimiawi
  • Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian (lihat Lampiran 6.), antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%);
  • Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul;
  • Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul (cara pembuatan dan penggunaan nimba lihat pada Lampiran 3.).
Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati perkembangan populasi kutu kebul mulai di pembibitan sampai pertanaman. Usaha pengendalian akan efektif apabila dilaksanakan secara serentak pada satu hamparan, tidak perorangan dalam skala yang sempit.
Di rumah kaca
a). Pengendalian hayati
  • Kalau memungkinkan dilakukan pelepasan serangga tabuhan E. formosa sebagai parasit nimfa sebanyak 5 ekor/tanaman tomat; dan kumbang predator M. sexmaculatus (lihat 
  • Tingkat parasitasi mencapai 40 - 50 %;
  • Parasit nimfa E. formosa sangat peka terhadap insektisida;
b). Pengendalian fisik / mekanik
  • Sisa tanaman terserang dimusnahkan / dibakar di tempat terpisah/khusus supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain;
  • Pemasangan perangkap likat kuning baik jumlah maupun ketinggiannya disesuaikan dengan luas rumah kaca dan keadaan pertanamannya;
c). Pengendalian kimiawi
  • Untuk pengendalian kutu kebul dewasa pada kondisi populasi tinggi, dapat dilakukan pengasapan dengan insektisida kimia sintesa efektif dan diizinkan Menteri Pertanian, antara lain Mitac 200 EC (amitraz) yang dapat diaplikasikan dengan fogger (campuran larutan semprot solar); sedangkan Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), dan Orthene 75 SP (asefat 75%) tidak dianjurkan digunakan dengan larutan semprot solar;
  • Pada kondisi populasi rendah, dapat digunakan pestisida nabati nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul.
d). Pencegahan
  • Selanjutnya perlu dijaga jangan sampai terjadi serangan baru kutu kebul ke dalam rumah kaca.