............................................"SELAMAT DATANG DI BPK KEDUNGWUNI JL.RAYA TOSARAN NO.03 KEDUNGWUNI - PEKALONGAN 51173"............................................

Jumat, 24 Juni 2011

KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PESTISIDA KIMIA DAN ALAMI
1. Pestisida Kimia

  •  Kekurangan 
    • Hama menjadi kebal (resisten)
    • Peledakan hama baru (resurjensi)
    • Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen
    • Terbunuhnya musuh alami
    • Pencemaran lingkungan (air dan tanah ) oleh residu bahan kimia
    • Tidak ramah lingkungan 
    • Harganya mahal 
    • Matinya musuh alami hama tanaman 
    • Matinya organisme yang berguna 


  • Kelebihan 
    •  Mudah di dapatkan di berbagai tempat 
    • Zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang di beri pestisida 
    • Kemasan lebih praktis 
    • Bersifat tahan lama untuk disimpan 
    • Daya racunnya tinggi ( langsung mematikan bagi serangga

2. Pestisida Nabati dan Alami

        Secara umum pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang. Pertanian masa depan yang ideal seharusnya memadukan teknologi tradisional dan teknologi modern yang diaktualisasikan sebagai pertanian berwawasan lingkungan. Salah satu alternatif pengembangan pertanian berwawasan lingkungan adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman penghasil pestisida alami, misalnya tanaman nimba. Pestisida asal nimba mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi dan berdampak spesifik terhadap organisme pengganggu. Bahan aktif nimba juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. Selain itu, residunya mudah terurai menjadi senyawa yang tidak beracun, sehingga aman atau ramah bagi lingkungan.

  • Kekurangan
    • Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
    • Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku 
    • Kurang praktis 
    • Tidak tahan disimpan 
    • Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga) 
    • Cara kerjanya (efek mortalitasnya) lambat 
    • Harus disemprotkan secara berulang-ulang
  •  Kelebihan
    • Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat 
    • Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot 
    • Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa 
    • Menghambat reproduksi serangga betina 
    • Racun syaraf bagi hama 
    • Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga 
    • Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga 
    • Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri 
    • Dapat menyebabkan gangguan dalam proses metamorfosa dan gangguan makan (anti feedant) bagi serangga.

3. Pestisida Biologi atau Musuh Alami

       Musuh alami itu salah satu cara pengendalian yang cukup bagus diterapkan di Indonesia. Walaupun butuh waktu yang lama supaya gulma mati / terkendali, tetapi musuh alami termasuk pengendali yang ramah terhadap lingkungan. Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi.

  • Kekurangan
    • Kelebihan musuh alami dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang baru 
    • Dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem
  • Kelebihan 
    • Merupakan pengendalian hama yang ramah lingkungan 
    • Tidak mengeluarkan biaya yang besar 
    • Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami. 
    • Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman

Sabtu, 11 Juni 2011

Mengendalikan Hama Wereng Batang Cokelat dengan Jamur

pictureBeberapa waktu lalu ribuan hektare sawah di wilayah Demak dan sekitarnya gagal panen akibat serangan hama. Hingga kini hama merupakan salah satu kendala produksi yang selalu mengganjal target produksi.

Beberapa waktu lalu ribuan hektare sawah di wilayah Demak dan sekitarnya gagal panen akibat serangan hama. Hingga kini hama merupakan salah satu kendala produksi yang selalu mengganjal target produksi. Padahal kebutuhan beras nasional meningkat minimal 0,5 juta ton setiap tahunnya.

Ledakan jenis hama terjadi silih berganti dan tidak jarang diikuti oleh munculnya strain atau biotipe baru yang lebih ganas. Di antaranya hama wereng batang cokelat (WBC) yang merupakan hama penting yang harus diwaspadai karena sewaktu-waktu populasinya bisa meledak bila kondisi lingkungan mendukung. Hama ini merupakan vektor virus kerdil rumput dan kerdil hampa dengan peningkatan populasi secara eksponensial.
Beberapa teknik pengendalian sebetulnya telah dilakukan antara lain memperbaiki varietas tahan hama dan memperbaiki pola tanam (pergiliran tanaman).
Namun karena tingginya kemampuan adaptasi WBC dan belum diterapkannya pola pergiliran varietas oleh petani menyebabkan perkembangannya biotipe WBC sangat cepat. Biotipe WBC terbaru mampu menyerang varietas yang saat ini dianggap paling tahan (IR 64) seperti halnya di Jawa Timur.
Sementara itu penggunaan insektisida selain tidak lagi manjur, juga bersifat beracun bagi lingkungannya. Sebagai contoh buprofezin yang dulu dianggap aman, kini diketahui beracun terhadap nener bandeng, mujair, dan udang windu.
Aman Lingkunggan
Untuk itu Badan Litbang Pertanian saat ini mengembangkan metode pengendalian yang efektif, efisien, sekaligus aman bagi lingkungan. Dua orang peneliti Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (Balitbiogen), Badan Litbang, TP Priyatno dan MK Kardin mengembangkan jamur patogen serangga (JPS) sebagai agen pengendali WBC.
Menurut Priyatno, penerapan JPS baik pada skala pengujian maupun di lapangan masih rendah, padahal sangat potensial sebagai musuh alami WBC.
Bila dibandingkan dengan jenis patogen serangga lainnya, pemanfaatan JPS dinilai lebih menguntungkan. Proses infeksi JPS terjadi melalui penetrasi integumen, saluran pencernaan, dan spirakula, sehingga sangat efektif untuk membasmi WBC.
Selain itu infeksi dapat terjadi pada semua jenis dan fase perkembangan serangga. Sementara proses infeksi oleh patogen lain hanya terjadi melalui saluran pencernaan (mulut).
Menurut Kardin ada 14 jenis jamur yang telah diketahui bersifat patogenik terhadap WBC. Keberadaannya di dalam populasi WBC menentukan tinggi rendahnya populasi WBC.
Pengaruh infeksi JPS bersifat mematikan, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga serta menurunkan kemampuan reproduksi. Selain itu menurunkan ketahanan serangga terhadap serangan predator, parasitoid, patogen, insektisida kimia, dan cekaman lingkungan.
Beberapa JPS yaitu Hirsutella citrifromis, B. bassiana, dan M. anisopliae memiliki pertumbuhan yang cepat dan meluas. Bahkan dua jenis terakhir selain menyerang WBC juga infektif terhadap beberapa jenis hama sekaligus. Dengan dosis yang rendah (0,017 g/ml) mampu menimbulkan kematian WBC dalam 16 hari dengan tingkat kematian hingga sebesar 90 persen. Keunggulan lainnya, JPS bersifat kompatibel dengan pengendali hama lainnya.
Kendala Pengembangan
Aktivitas JPS sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Virulensi JPS berhubungan dengan spesifikasi inang atau lokasi, sedangkan viabiltas spora bergantung pada karakteristik sporanya, suhu, kelembaban nisbi, dan radiasi ultra violet. Beberapa faktor ekologis, patologi, dan entomologi sering kali menjadi kendala pengembangan JPS.
Menurut Priyono, kendala utama pengembangan dan aplikasi JPS adalah masih rendahnya kemampuan dan pengetahuan peneliti dalam teknik isolasi idenfitikasi, produksi hingga formulasinya.
Penggunaannya masih sering disamakan dengan insektisida kimia, sehingga kefektifannya tidak sesuai dengan harapan. Padahal aplikasi JPS harus memperhatikan strain, umur biakan, tingkat perkecambahan spora, bentuk formulasi, dan waktu aplikasi yang tepat.
Hal lain yang masih menjadi kendala dan harus diwaspadai adalah aspek keamanannya. Beberapa JPS diketahui menimbulkan reaksi alergenik, iritasi, mikosis, dan menghasilkan racun bagi manusia dan hewan.
Sebagai contoh C. coronatus dapat menyebabkan mikosis pada kuda dan manusia. B. bassiana menimbulkan reaksi alergenik pada manusia dan hewan piaraan, sedangkan aspergillus menghasilkan racun berbahaya.
Untuk itu harus dilakukan seleksi strain mana yang memiliki efektifitas pengendalian hama tinggi. Selain itu juga bisa membunuh berbagai jenis hama sekaligus, kompatibel dengan pengendali hama lainnya, serta aman bagi manusia dan hewan. Menurut Priyono hal itu bisa dilakukan dengan teknik rekayasa genetika.
Sementara itu produksi JPS tidak membutuhkan media yang mahal. Beberapa produk dan limbah pertanian yang murah dapat dikembangkan sebagai media perbanyakan. Misalnya saja kentang, nasi, oatmeal, dan jagung sering digunakan sebagai media perbanyakan JPS.
Sedangkan mengenai formulasi, hendaknya dipilih formula yang mampu mempertahankan stabilitas virulensi dan viabilitas sedikitnya satu tahun. Pengembangan formula diharapkan mampu meningkatkan persistensi pengendalian. Selain itu bisa juga dilakukan penggabungan beberapa patogen dalam satu formulasi, ujar Priyono.
Dalam prakteknya, JPS sebagai insektisida mikroba dapat dilakukan dengan teknik penyemprotan, penghembusan, dan penyebaran. Selain itu penggunaannya dapat dicampur dengan insektisida lainnya sehingga memiliki daya basmi hama sangat tinggi.
Penggunaan JPS sebagai pengendali hama memunculkan harapan baru pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan. Dengan teknik pengembangan yang tepat, selain efektif membasmi hama JPS juga aman bagi lingkungan.
Jika dikaitkan dengan biaya produksi, penggunaan insektisida nabati juga mampu menekan biaya produksi secara nyata. Sehingga bisa memberikan peluang bagi petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik.
sumber situs hijau

Kamis, 09 Juni 2011

Tanaman Pestisida Nabati: Sirsak (Annona muricata L.)

sirsak
Info lengkap pestisida nabati klik di sini: Pestisida Nabati
Buah sirsak atau kadang-kadang disebut nangka sebrang adalah salah satu bahan petsisida nabati yang ampuh banget. Nama latin sirsak adalah Annona muricata L. Beberapa keluarga sirsak yang lain juga memiliki manfaat yang sama, seperti: Srikaya (Annona squamosa L.) dan Mulwa (Annona reticulata L.). Bagian yang dimanfaatkan untuk bahan pestisida nabati adalah daunnya.
Sirsak dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah yang kering. Pembiatakn tanaman sirsak ini dapat dilakukan dengan biji atau okualasi.

Klasifikasi Ilmiah Sirsak:

Kingdom: Plantae
(unranked): Angiosperms
(unranked): Magnoliids
Order: Magnoliales
Family: Annonaceae
Genus: Annona
Species: A. muricata
Source: Wikipedia.org

sirsak wikipedia
sirsak

Bagian tanaman :untuk pestisida nabati

Seluruh bagian tanaman sirsak, srikaya, dan mulwa bisa digunakan untuk bahan pestisida nabati, yaitu: daun, biji, batang, akar dan buahnya yang belum masak. Bagian biji lebih beracun daripada daunnya. Akan tetapi karena biji jumlahnya sedikit, daun lebih sering dimanfaatkan untuk bahan pestisida nabati.

Hama sasaran:

Hama sasaran pestisida nabati dari sirsak, srikaya, dan mulwa:
  • Macam-macam aphis
  • Aphis kentang (Macrosiphum euphorbiae)
  • Aphis bunga krisan (Macroshiponiella sanborni)
  • wereng coklat (Nilaparvata)
  • Wereng hijau (nephotettix virescenns)
  • Wereng punggung putih (Sogatella furcifera)
  • kutu sisik hijau (Coccus viridis)
  • macam-macam ulat
  • ulat tritip (Plutella xylostella)
  • lalat buah (Ceratitis capitata)
  • lalat buah asia (Batrocera dorsalis)
  • Kumbang labu merah (Aulachopora foveicollis)
  • Kepik hijau
  • hama kapas (Dysdercus koeniglii)

Contoh pembuatan pestisida nabati dari sirsak

  1. Siapkan 500 gr daun sirsak, srikaya atau mulwa
  2. Rebus dengan 1 – 2 lite air.
  3. Biarkan sampai mendidih dan airnya tinggal setengah liter.
  4. Air rebusan disaring dan didinginkan.
  5. Untuk penyemprotan, larutkan setengah liter ekstrak daun sirsak dengan 10-15 liter air.
  6. Semprotkan ke bagian tanaman yang terserang hama.
Sumber:
Wikipedia.org
Ir. Pracaya